PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR 75 TAHUN 2014
TENTANG
PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa Pusat Kesehatan Masyarakat
sebagai salah satu jenis fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama memiliki
peranan penting dalam system kesehatan nasional, khususnya subsistem upaya kesehatan;
b. bahwa penyelenggaraan Pusat
Kesehatan Masyarakat perlu ditata ulang untuk meningkatkan aksesibilitas,
keterjangkauan, dan kualitas pelayanan dalam rangka meningkatkan derajat
masyarakat serta menyukseskan program jaminan social nasional;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Menteri Kesehatan tentang Pusat Kesehatan Masyarakat; Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063);
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 32
Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 38
Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan
Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 8737);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 46
Tahun 2014 tentang
Sistem Informasi Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5542);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 66
Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 184, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5570);
7. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun
2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2012 Nomor 193);
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perseorangan (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 122);
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
37 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Laboratorium Pusat Kesehatan Masyarakat
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1118);
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
6 Tahun 2013 tentang Kriteria Fasilitas Pelayanan Kesehatan Terpencil, Sangat
Terpencil, dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang Tidak Diminati (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 153);
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
30 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 906); MEMUTUSKAN: . . .
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG
PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud
dengan:
1. Fasilitas Pelayanan Kesehatan
adalah suatu tempat yang digunakan
untuk menyelenggarakan upaya
pelayanan kesehatan, baik promotif,
preventif, kuratif maupun
rehabilitatif yang dilakukan oleh
pemerintah, pemerintah daerah
dan/atau masyarakat.
2. Pusat Kesehatan Masyarakat yang
selanjutnya disebut Puskesmas
adalah fasilitas pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perseorangan tingkat
pertama, dengan lebih mengutamakan
upaya promotif dan preventif,
untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya
di wilayah kerjanya.
3. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
adalah satuan kerja pemerintahan
daerah kabupaten/kota yang bertanggung
jawab menyelenggarakan
urusan pemerintahan dalam bidang
kesehatan di kabupaten/kota.
4. Upaya Kesehatan Masyarakat yang
selanjutnya disingkat UKM adalah
setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan serta
mencegah dan menanggulangi timbulnya
masalah kesehatan dengan
sasaran keluarga, kelompok, dan
masyarakat.
5. Upaya Kesehatan Perseorangan yang
selanjutnya disingkat UKP
adalah suatu kegiatan dan/atau
serangkaian kegiatan pelayanan
kesehatan yang ditujukan untuk
peningkatan, pencegahan,
penyembuhan penyakit, pengurangan
penderitaan akibat penyakit dan
memulihkan kesehatan perseorangan.
6. Tenaga Kesehatan adalah setiap
orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki
pengetahuan dan atau keterampilan
melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan
upaya kesehatan.
7. Registrasi adalah proses
pendaftaran Puskesmas yang meliputi
pengajuan dan pemberian kode
Puskesmas.
8. Akreditasi . . .
- 4 -
8. Akreditasi Puskesmas adalah
pengakuan terhadap Puskesmas yang
diberikan oleh lembaga independen
penyelenggara akreditasi yang
ditetapkan oleh Menteri setelah
dinilai bahwa Puskesmas telah
memenuhi standar pelayanan Puskesmas
yang telah ditetapkan oleh
Menteri untuk meningkatkan mutu
pelayanan Puskesmas secara
berkesinambungan.
9. Sistem Rujukan adalah
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
mengatur pelimpahan tugas dan
tanggungjawab pelayanan kesehatan
secara timbal balik baik vertikal
maupun horizontal.
10. Pelayanan Kesehatan adalah upaya
yang diberikan oleh Puskesmas
kepada masyarakat, mencakup
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi,
pencatatan, pelaporan, dan dituangkan
dalam suatu sistem.
11. Sistem Informasi Puskesmas adalah
suatu tatanan yang menyediakan
informasi untuk membantu proses
pengambilan keputusan dalam
melaksanakan manajemen Puskesmas
dalam mencapai sasaran
kegiatannya.
12. Menteri adalah menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang kesehatan.
Pasal 2
(1) Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan
di Puskesmas
bertujuan untuk mewujudkan masyarakat
yang:
a. memiliki perilaku sehat yang
meliputi kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat;
b. mampu menjangkau pelayanan
kesehatan bermutu
c. hidup dalam lingkungan sehat; dan
d. memiliki derajat kesehatan yang
optimal, baik individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat.
(2) Pembangunan kesehatan yang
diselenggarakan di Puskesmas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mendukung terwujudnya
kecamatan sehat.
BAB II
PRINSIP PENYELENGGARAAN, TUGAS, FUNGSI
DAN WEWENANG
Pasal 3
(1) Prinsip penyelenggaraan Puskesmas
meliputi:
a. paradigma sehat;
b. pertanggungjawaban . . .
- 5 -
b. pertanggungjawaban wilayah;
c. kemandirian masyarakat;
d. pemerataan;
e. teknologi tepat guna; dan
f. keterpaduan dan kesinambungan.
(2) Berdasarkan prinsip paradigma
sehat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, Puskesmas mendorong
seluruh pemangku
kepentingan untuk berkomitmen dalam
upaya mencegah dan
mengurangi resiko kesehatan yang
dihadapi individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat.
(3) Berdasarkan prinsip
pertanggungjawaban wilayah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b,
Puskesmas menggerakkan dan
bertanggung jawab terhadap
pembangunan kesehatan di wilayah
kerjanya.
(4) Berdasarkan prinsip kemandirian
masyarakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c, Puskesmas
mendorong kemandirian hidup
sehat bagi individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat.
(5) Berdasarkan prinsip pemerataan
sebagaimana pada ayat (1) huruf d,
Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan
Kesehatan yang dapat
diakses dan terjangkau oleh seluruh
masyarakat di wilayah kerjanya
secara adil tanpa membedakan status
sosial, ekonomi, agama, budaya
dan kepercayaan.
(6) Berdasarkan prinsip teknologi
tepat guna sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf e, Puskesmas
menyelenggarakan Pelayanan
Kesehatan dengan memanfaatkan
teknologi tepat guna yang sesuai
dengan kebutuhan pelayanan, mudah
dimanfaatkan dan tidak
berdampak buruk bagi lingkungan.
(7) Berdasarkan prinsip keterpaduan
dan kesinambungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf f,
Puskesmas mengintegrasikan dan
mengoordinasikan penyelenggaraan UKM
dan UKP lintas program dan
lintas sektor serta melaksanakan
Sistem Rujukan yang didukung
dengan manajemen Puskesmas.
Pasal 4
Puskesmas mempunyai tugas
melaksanakan kebijakan kesehatan untuk
mencapai tujuan pembangunan kesehatan
di wilayah kerjanya dalam
rangka mendukung terwujudnya
kecamatan sehat.
Pasal 5 . . .
- 6 -
Pasal 5
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4,
Puskesmas menyelenggarakan fungsi:
a. penyelenggaraan UKM tingkat
pertama di wilayah kerjanya; dan
b. penyelenggaraan UKP tingkat
pertama di wilayah kerjanya.
Pasal 6
Dalam menyelenggarakan fungsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
huruf a, Puskesmas berwenang untuk:
a. melaksanakan perencanaan
berdasarkan analisis masalah kesehatan
masyarakat dan analisis kebutuhan
pelayanan yang diperlukan;
b. melaksanakan advokasi dan
sosialisasi kebijakan kesehatan;
c. melaksanakan komunikasi,
informasi, edukasi, dan pemberdayaan
masyarakat dalam bidang kesehatan;
d. menggerakkan masyarakat untuk
mengidentifikasi dan menyelesaikan
masalah kesehatan pada setiap tingkat
perkembangan masyarakat
yang bekerjasama dengan sektor lain
terkait;
e. melaksanakan pembinaan teknis
terhadap jaringan pelayanan dan
upaya kesehatan berbasis masyarakat;
f. melaksanakan peningkatan
kompetensi sumber daya manusia
Puskesmas;
g. memantau pelaksanaan pembangunan
agar berwawasan kesehatan;
h. melaksanakan pencatatan,
pelaporan, dan evaluasi terhadap akses,
mutu, dan cakupan Pelayanan
Kesehatan; dan
i. memberikan rekomendasi terkait
masalah kesehatan masyarakat,
termasuk dukungan terhadap sistem
kewaspadaan dini dan respon
penanggulangan penyakit.
Pasal 7
Dalam menyelenggarakan fungsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
huruf b, Puskesmas berwenang untuk:
a. menyelenggarakan Pelayanan
Kesehatan dasar secara komprehensif,
berkesinambungan dan bermutu;
b. menyelenggarakan Pelayanan
Kesehatan yang mengutamakan upaya
promotif dan preventif;
c. menyelenggarakan Pelayanan
Kesehatan yang berorientasi pada
individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat;
d. menyelenggarakan . . .
- 7 -
d. menyelenggarakan Pelayanan
Kesehatan yang mengutamakan keamanan dan keselamatan pasien, petugas dan
pengunjung;
e. menyelenggarakan Pelayanan
Kesehatan dengan prinsip koordinatif dan kerja sama inter dan antar profesi;
f. melaksanakan rekam medis;
g. melaksanakan pencatatan,
pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan akses Pelayanan Kesehatan;
h. melaksanakan peningkatan
kompetensi Tenaga Kesehatan;
i. mengoordinasikan dan melaksanakan
pembinaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya;
dan
j. melaksanakan penapisan rujukan
sesuai dengan indikasi medis dan
Sistem Rujukan.
Pasal 8
(1) Selain menyelenggarakan fungsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5, Puskesmas dapat berfungsi sebagai
wahana pendidikan Tenaga Kesehatan.
(2) Ketentuan mengenai wahana
pendidikan Tenaga Kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB III
PERSYARATAN
Pasal 9
(1) Puskesmas harus didirikan pada
setiap kecamatan.
(2) Dalam kondisi tertentu, pada 1
(satu) kecamatan dapat didirikan lebih dari 1 (satu) Puskesmas.
(3) Kondisi tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditetapkan berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan,
jumlah penduduk dan aksesibilitas.
(4) Pendirian Puskesmas harus
memenuhi persyaratan lokasi, bangunan,
prasarana, peralatan kesehatan,
ketenagaan, kefarmasian dan laboratorium.
Pasal 10 . . .
- 8 -
Pasal 10
(1) Lokasi pendirian Puskesmas harus
memenuhi persyaratan:
a. geografis;
b. aksesibilitas untuk jalur
transportasi;
c. kontur tanah;
d. fasilitas parkir;
e. fasilitas keamanan;
f. ketersediaan utilitas publik;
g. pengelolaan kesehatan lingkungan;
dan
h. kondisi lainnya.
(2) Selain persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pendirian
Puskesmas harus memperhatikan
ketentuan teknis pembangunan
bangunan gedung negara.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
lokasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri
ini.
Pasal 11
(1) Bangunan Puskesmas harus memenuhi
persyaratan yang meliputi:
a.
persyaratan administratif,
persyaratan keselamatan dan kesehatan
kerja, serta persyaratan teknis
bangunan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
b.
bersifat permanen dan terpisah dengan
bangunan lain; dan
c.
menyediakan fungsi, keamanan,
kenyamanan, perlindungan
keselamatan dan kesehatan serta
kemudahan dalam memberi
pelayanan bagi semua orang termasuk
yang berkebutuhan khusus,
anak-anak dan lanjut usia.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
bangunan tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
Pasal 12
(1) Selain bangunan Puskesmas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11,
setiap Puskesmas harus memiliki
bangunan rumah dinas Tenaga
Kesehatan.
(2) Bangunan rumah dinas Tenaga
Kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) didirikan dengan
mempertimbangkan aksesibilitas
tenaga kesehatan dalam memberikan
pelayanan.
Pasal 13 . . .
- 9 -
Pasal 13
(1) Puskesmas harus memiliki
prasarana yang berfungsi paling sedikit
terdiri atas:
a. sistem penghawaan (ventilasi);
b. sistem pencahayaan;
c. sistem sanitasi;
d. sistem kelistrikan;
e. sistem komunikasi;
f. sistem gas medik;
g. sistem proteksi petir;
h. sistem proteksi kebakaran;
i. sistem pengendalian kebisingan;
j. sistem transportasi vertikal untuk
bangunan lebih dari 1 (satu)
lantai;
k. kendaraan Puskesmas keliling; dan
l. kendaraan ambulans.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
prasarana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tercantum dalam
Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
Pasal 14
Bangunan dan prasarana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 sampai
dengan Pasal 13 harus dilakukan
pemeliharaan, perawatan, dan
pemeriksaan secara berkala agar tetap
laik fungsi.
Pasal 15
(1) Peralatan kesehatan di Puskesmas
harus memenuhi persyaratan:
a. standar mutu, keamanan,
keselamatan;
b. memiliki izin edar sesuai
ketentuan peraturan perundangundangan;
dan
c. diuji dan dikalibrasi secara
berkala oleh institusi penguji dan
pengkalibrasi yang berwenang.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
peralatan tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 16 . . .
- 10 -
Pasal 16
(1) Sumber daya manusia Puskesmas
terdiri atas Tenaga Kesehatan dan
tenaga non kesehatan.
(2) Jenis dan jumlah Tenaga Kesehatan
dan tenaga non kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dihitung berdasarkan analisis
beban kerja, dengan mempertimbangkan
jumlah pelayanan yang
diselenggarakan, jumlah penduduk dan
persebarannya, karakteristik
wilayah kerja, luas wilayah kerja,
ketersediaan fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama lainnya di
wilayah kerja, dan pembagian
waktu kerja.
(3) Jenis Tenaga Kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling
sedikit terdiri atas:
a. dokter atau dokter layanan primer;
b. dokter gigi;
c. perawat;
d. bidan;
e. tenaga kesehatan masyarakat;
f. tenaga kesehatan lingkungan;
g. ahli teknologi laboratorium medik;
h. tenaga gizi; dan
i. tenaga kefarmasian.
(4) Tenaga non kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) harus
dapat mendukung kegiatan
ketatausahaan, administrasi keuangan,
sistem informasi, dan kegiatan
operasional lain di Puskesmas.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai
jenis dan jumlah minimal Tenaga Kesehatan dan tenaga non kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 17
(1) Tenaga Kesehatan di Puskesmas
harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan, standar
prosedur operasional, etika profesi, menghormati hak pasien, serta mengutamakan
kepentingan dan keselamatan pasien dengan memperhatikan keselamatan dan kesehatan
dirinya dalam bekerja.
(2) Setiap Tenaga Kesehatan yang
bekerja di Puskesmas harus memiliki surat izin praktik sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 18 . . .
- 11 -
Pasal 18
(1) Pelayanan kefarmasian di
Puskesmas harus dilaksanakan oleh Tenaga
Kesehatan yang memiliki kompetensi
dan kewenangan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian.
(2) Pelayanan kefarmasian di
Puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan
peraturan perundangundangan.
Pasal 19
(1) Pelayanan laboratorium di
Puskesmas harus memenuhi criteria ketenagaan, sarana, prasarana, perlengkapan
dan peralatan.
(2) Pelayanan laboratorium di
Puskesmas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan sesuai
ketentuan peraturan perundangundangan.
BAB IV
KATEGORI PUSKESMAS
Pasal 20
Dalam rangka pemenuhan Pelayanan
Kesehatan yang didasarkan pada
kebutuhan dan kondisi masyarakat,
Puskesmas dapat dikategorikan berdasarkan karakteristik wilayah kerja dan kemampuan
penyelenggaraan.
Pasal 21
Berdasarkan karakteristik wilayah
kerjanya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20, Puskesmas dikategorikan
menjadi:
a. Puskesmas kawasan perkotaan;
b. Puskesmas kawasan pedesaan; dan
c. Puskesmas kawasan terpencil dan
sangat terpencil.
Pasal 22 . . .
- 12 -
Pasal 22
(1) Puskesmas kawasan perkotaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 huruf a merupakan Puskesmas yang
wilayah kerjanya meliputi kawasan yang memenuhi paling sedikit 3 (tiga) dari 4
(empat) criteria kawasan perkotaan sebagai berikut:
a. aktivitas lebih dari 50% (lima
puluh persen) penduduknya pada sektor non agraris, terutama industri,
perdagangan dan jasa;
b. memiliki fasilitas perkotaan
antara lain sekolah radius 2,5 km, pasar radius 2 km, memiliki rumah sakit
radius kurang dari 5 km, bioskop, atau hotel;
c. lebih dari 90% (sembilan puluh
persen) rumah tangga memiliki
listrik; dan/atau
d. terdapat akses jalan raya dan
transportasi menuju fasilitas perkotaan sebagaimana dimaksud pada huruf b.
(2) Penyelenggaraan Pelayanan
Kesehatan oleh Puskesmas kawasan perkotaan memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a. memprioritaskan pelayanan UKM;
b. pelayanan UKM dilaksanakan dengan
melibatkan partisipasi masyarakat;
c. pelayanan UKP dilaksanakan oleh
Puskesmas dan fasilitas
pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan oleh pemerintah atau
masyarakat;
d. optimalisasi dan peningkatan
kemampuan jaringan pelayanan
Puskesmas dan jejaring fasilitas
pelayanan kesehatan; dan
e. pendekatan pelayanan yang
diberikan berdasarkan kebutuhan dan
permasalahan yang sesuai dengan pola
kehidupan masyarakat perkotaan.
Pasal 23
(1) Puskesmas kawasan pedesaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
huruf b merupakan Puskesmas yang
wilayah kerjanya meliputi
kawasan yang memenuhi paling sedikit
3 (tiga) dari 4 (empat) criteria kawasan pedesaan sebagai berikut:
a. aktivitas lebih dari 50% (lima
puluh persen) penduduk pada sektor
agraris;
b. memiliki . . .
- 13 -
b. memiliki fasilitas antara lain
sekolah radius lebih dari 2,5 km,
pasar dan perkotaan radius lebih dari
2 km, rumah sakit radius
lebih dari 5 km, tidak memiliki
fasilitas berupa bioskop atau hotel;
c. rumah tangga dengan listrik kurang
dari 90% (Sembilan puluh
persen; dan
d. terdapat akses jalan dan
transportasi menuju fasilitas sebagaimana
dimaksud pada huruf b.
(2) Penyelenggaraan pelayanan
kesehatan oleh Puskesmas kawasan
pedesaan memiliki karakteristik
sebagai berikut:
a. pelayanan UKM dilaksanakan dengan
melibatkan partisipasi
masyarakat;
b. pelayanan UKP dilaksanakan oleh
Puskesmas dan fasilitas
pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan oleh masyarakat;
c. optimalisasi dan peningkatan
kemampuan jaringan pelayanan
Puskesmas dan jejaring fasilitas
pelayanan kesehatan; dan
d. pendekatan pelayanan yang
diberikan menyesuaikan dengan pola
kehidupan masyarakat perdesaan.
Pasal 24
(1) Puskesmas kawasan terpencil dan
sangat terpencil sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 huruf c
merupakan Puskesmas yang
wilayah kerjanya meliputi kawasan
dengan karakteristik sebagai
berikut:
a. berada di wilayah yang sulit
dijangkau atau rawan bencana, pulau
kecil, gugus pulau, atau pesisir;
b. akses transportasi umum rutin 1
kali dalam 1 minggu, jarak
tempuh pulang pergi dari ibukota
kabupaten memerlukan waktu
lebih dari 6 jam, dan transportasi
yang ada sewaktu-waktu dapat
terhalang iklim atau cuaca; dan
c. kesulitan pemenuhan bahan pokok
dan kondisi keamanan yang
tidak stabil.
(2) Penyelenggaraan pelayanan
kesehatan oleh Puskesmas kawasan
terpencil dan sangat terpencil
memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. memberikan pelayanan UKM dan UKP
dengan penambahan
kompetensi tenaga kesehatan;
b. dalam pelayanan UKP dapat
dilakukan penambahan kompetensi
dan kewenangan tertentu bagi dokter,
perawat, dan bidan;
c. pelayanan . . .
- 14 -
c. pelayanan UKM diselenggarakan
dengan memperhatikan kearifan
lokal;
d. pendekatan pelayanan yang
diberikan menyesuaikan dengan pola
kehidupan masyarakat di kawasan
terpencil dan sangat terpencil;
e. optimalisasi dan peningkatan
kemampuan jaringan pelayanan
Puskesmas dan jejaring fasilitas
pelayanan kesehatan; dan
f. pelayanan UKM dan UKP dapat
dilaksanakan dengan pola gugus
pulau/cluster dan/atau pelayanan kesehatan bergerak
untuk
meningkatkan aksesibilitas.
Pasal 25
(1) Berdasarkan kemampuan
penyelenggaraan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20, Puskesmas
dikategorikan menjadi:
a. Puskesmas non rawat inap; dan
b. Puskesmas rawat inap.
(2) Puskesmas non rawat inap
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a adalah Puskesmas yang tidak
menyelenggarakan pelayanan
rawat inap, kecuali pertolongan
persalinan normal.
(3) Puskesmas rawat inap sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b
adalah Puskesmas yang diberi tambahan
sumber daya untuk
meenyelenggarakan pelayanan rawat
inap, sesuai pertimbangan
kebutuhan pelayanan kesehatan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai
Puskesmas rawat inap sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b
tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.
BAB V
PERIZINAN DAN REGISTRASI
Pasal 26
(1) Setiap Puskesmas wajib memiliki
izin untuk menyelenggarakan
pelayanan kesehatan.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota.
(3) Izin berlaku untuk jangka waktu 5
(lima) tahun dan dapat
diperpanjang selama memenuhi
persyaratan.
(4) Perpanjangan . . .
- 15 -
(4) Perpanjangan izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilakukan
dengan mengajukan permohonan
perpanjangan selambat-lambatnya 6
(enam) bulan sebelum habis masa
berlakunya izin.
Pasal 27
(1) Untuk memperoleh izin sebagaimana
dimaksud dalam pasal 26,
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
mengajukan permohonan
tertulis kepada Bupati/Walikota
melalui satuan kerja pada
pemerintah daerah kabupaten/kota yang
menyelenggarakan perizinan
terpadu dengan melampirkan dokumen:
a. fotokopi sertifikat tanah atau
bukti lain kepemilikan tanah yang
sah;
b. fotokopi Izin Mendirikan Bangunan
(IMB);
c. dokumen pengelolaan lingkungan
sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan;
d. surat keputusan dari
Bupati/Walikota terkait kategori Puskesmas;
e. studi kelayakan untuk Puskesmas
yang baru akan didirikan atau
akan dikembangkan;
f. profil Puskesmas yang meliputi
aspek lokasi, bangunan, prasarana,
peralatan kesehatan, ketenagaan, dan
pengorganisasian untuk
Puskesmas yang mengajukan permohonan
perpanjangan izin; dan
g. persyaratan lainnya sesuai dengan
peraturan daerah setempat.
(2) Satuan kerja pada pemerintah
daerah harus menerbitkan bukti
penerimaan berkas permohonan yang
telah lengkap atau memberikan
informasi apabila berkas permohonan
belum lengkap kepada pemohon
yang mengajukan permohonan izin
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dalam jangka waktu paling lama 6
(enam) hari kerja sejak berkas
permohonan diterima.
(3) Dalam hal berkas permohonan belum
lengkap sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), pemohon harus
mengajukan permohonan ulang kepada
pemberi izin.
(4) Dalam jangka waktu 14 (empat
belas) hari kerja setelah bukti
penerimaan berkas diterbitkan,
pemberi izin harus menetapkan untuk
memberikan atau menolak permohonan
izin.
(5) Dalam hal terdapat masalah yang
tidak dapat diselesaikan dalam
kurun waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), pemberi izin dapat
memperpanjang jangka waktu pemrosesan
izin paling lama 14 (empat
belas) hari kerja dengan menyampaikan
pemberitahuan tertulis
kepada pemohon.
(6) Penetapan . . .
- 16 -
(6) Penetapan pemberian atau
penolakan permohonan izin dilakukan
setelah pemberi izin melakukan
penilaian dokumen dan peninjauan
lapangan.
(7) Dalam hal permohonan izin
ditolak, pemberi izin harus memberikan
alasan penolakan yang disampaikan
secara tertulis kepada pemohon.
(8) Apabila pemberi izin tidak
menerbitkan izin atau tidak menolak
permohonan hingga berakhirnya batas
waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dan ayat (4),
permohonan izin dianggap diterima.
Pasal 28
(1) Setiap Puskesmas yang telah
memiliki izin wajib melakukan
registrasi.
(2) Registrasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diajukan oleh Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada
Menteri setelah memperoleh
rekomendasi dari Dinas Kesehatan
Provinsi.
(3) Registrasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diajukan dalam
jangka waktu paling lambat 6 (enam)
bulan setelah izin Puskesmas
ditetapkan.
Pasal 29
(1) Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota mengajukan surat
pemohonan rekomendasi Registrasi
Puskesmas kepada Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi dengan melampirkan
izin Puskesmas dan surat
keputusan dari Bupati/Walikota
terkait jenis Puskesmas berdasarkan
karakteristik wilayah kerjanya dan
kemampuan penyelenggaraan
rawat inapnya.
(2) Dinas kesehatan provinsi
melakukan verifikasi dan penilaian
kelayakan Puskesmas dalam jangka
waktu paling lambat 14 (empat
belas) hari kerja setelah surat
permohonan rekomendasi Registrasi
Puskesmas diterima.
(3) Dalam hal Puskesmas memenuhi
penilaian kelayakan, dinas
kesehatan provinsi memberikan surat
rekomendasi Registrasi
Puskesmas, paling lambat 7 (tujuh)
hari kerja setelah melakukan
penilaian.
Pasal 30 . . .
- 17 -
Pasal 30
(1) Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota mengajukan surat
permohonan registrasi Puskesmas
kepada Menteri sebagaimana
dimaksud dalam pasal 28 dengan
melampirkan:
a. fotokopi izin Puskesmas;
b. profil Puskesmas;
c. laporan kegiatan Puskesmas
sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan
terakhir;
d. surat keputusan dari
Bupati/Walikota terkait kategori Puskesmas;
dan
e. rekomendasi dinas kesehatan
provinsi.
(2) Menteri menetapkan nomor
registrasi berupa kode Puskesmas paling
lambat 14 (empat belas) hari kerja
sejak surat permohonan registrasi
Puskesmas diterima.
(3) Kode Puskesmas sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diinformasikan
kepada dinas kesehatan kabupaten/kota
dan dinas kesehatan
provinsi.
Pasal 31
(1) Puskesmas dapat ditingkatkan
menjadi rumah sakit milik Pemerintah
Daerah.
(2) Dalam hal Puskesmas dijadikan
rumah sakit sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Pemerintah Daerah
wajib mendirikan Puskesmas baru
sebagai pengganti di wilayah
tersebut.
(3) Pendirian Puskesmas baru
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan sesuai dengan ketentuan
dalam Peraturan Menteri ini.
BAB VI
PENYELENGGARAAN
Bagian Kesatu
Kedudukan dan Organisasi
Pasal 32
Puskesmas merupakan unit pelaksana
teknis dinas kesehatan kabupaten/kota, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
Pasal 33 . . .
- 18 -
Pasal 33
(1) Puskesmas dipimpin oleh seorang
Kepala Puskesmas.
(2) Kepala Puskesmas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan seorang Tenaga Kesehatan dengan kriteria sebagai
berikut:
a. tingkat pendidikan paling rendah
sarjana dan memiliki kompetensi manajemen kesehatan masyarakat;
b. masa kerja di Puskesmas minimal 2
(dua) tahun; dan
c. telah mengikuti pelatihan
manajemen Puskesmas.
(3) Kepala Puskesmas bertanggungjawab
atas seluruh kegiatan di Puskesmas.
(4) Dalam melaksanakan tanggung jawab
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Puskesmas merencanakan dan
mengusulkan kebutuhan sumber daya Puskesmas kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
(5) Dalam hal di Puskesmas kawasan
terpencil dan sangat terpencil tidak
tersedia seorang tenaga kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a, maka Kepala Puskesmas
merupakan tenaga kesehatan dengan tingkat pendidikan paling rendah diploma
tiga.
Pasal 34
(1) Organisasi Puskesmas disusun oleh
dinas kesehatan kabupaten/kota
berdasarkan kategori, upaya kesehatan
dan beban kerja Puskesmas.
(2) Organisasi Puskesmas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) paling
sedikit terdiri atas:
a. kepala Puskesmas;
b. kepala sub bagian tata usaha;
c. penanggung jawab UKM dan
Keperawatan Kesehatan Masyarakat;
d. penanggung jawab UKP, kefarmasian
dan Laboratorium; dan
e. penanggungjawab jaringan pelayanan
Puskesmas dan jejaring
fasilitas pelayanan kesehatan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
organisasi Puskesmas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.
Bagian . . .
- 19 -
Bagian Kedua
Upaya Kesehatan
Pasal 35
(1) Puskesmas menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat tingkat
pertama dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama.
(2) Upaya kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
secara terintegrasi dan
berkesinambungan.
Pasal 36
(1) Upaya kesehatan masyarakat
tingkat pertama sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 meliputi upaya
kesehatan masyarakat esensial dan
upaya kesehatan masyarakat
pengembangan.
(2) Upaya kesehatan masyarakat
esensial sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. pelayanan promosi kesehatan;
b. pelayanan kesehatan lingkungan;
c. pelayanan kesehatan ibu, anak, dan
keluarga berencana;
d. pelayanan gizi; dan
e. pelayanan pencegahan dan
pengendalian penyakit.
(3) Upaya kesehatan masyarakat
esensial sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus diselenggarakan oleh
setiap Puskesmas untuk
mendukung pencapaian standar
pelayanan minimal kabupaten/kota
bidang kesehatan.
(4) Upaya kesehatan masyarakat
pengembangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan upaya
kesehatan masyarakat yang
kegiatannya memerlukan upaya yang
sifatnya inovatif dan/atau
bersifat ekstensifikasi dan
intensifikasi pelayanan, disesuaikan
dengan prioritas masalah kesehatan,
kekhususan wilayah kerja dan
potensi sumber daya yang tersedia di
masing-masing Puskesmas.
(5) Upaya kesehatan masyarakat
tingkat pertama yang dapat dilakukan
oleh Puskesmas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tercantum
dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
Pasal 37 . . .
- 20 -
Pasal 37
(1) Upaya kesehatan perseorangan
tingkat pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dilaksanakan dalam bentuk:
a. rawat jalan;
b. pelayanan gawat darurat;
c. pelayanan satu hari (one day care);
d. home care; dan/atau
e. rawat inap berdasarkan
pertimbangan kebutuhan pelayanan
kesehatan.
(2) Upaya kesehatan perseorangan
tingkat pertama sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan standar prosedur
operasional dan standar pelayanan.
Pasal 38
Untuk melaksanakan upaya kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37,
Puskesmas harus menyelenggarakan:
a. manajemen Puskesmas;
b. pelayanan kefarmasian;
c. pelayanan keperawatan kesehatan
masyarakat; dan
d. pelayanan laboratorium.
Bagian Ketiga
Akreditasi
Pasal 39
(1) Dalam upaya peningkatan mutu
pelayanan, Puskesmas wajib
diakreditasi secara berkala paling
sedikit 3 (tiga) tahun sekali.
(2) Akreditasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh
lembaga independen penyelenggara
akreditasi yang ditetapkan oleh
Menteri.
(3) Lembaga independen penyelenggara
akreditasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bersifat
mandiri dalam proses pelaksanaan,
pengambilan keputusan dan penerbitan
sertifikat status akreditasi.
(4) Dalam hal lembaga Akreditasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
belum terbentuk, pelaksanaan
akreditasi Puskesmas dilaksanakan
oleh komisi akreditasi Fasilitas
Pelayanan Kesehatan tingkat pertama
yang ditetapkan oleh Menteri.
(5) Ketentuan . . .
- 21 -
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai
penyelenggaraan akreditasi
Puskesmas diatur dengan Peraturan
Menteri.
Bagian Keempat
Jaringan Pelayanan, Jejaring
Fasilitas Pelayanan Kesehatan
dan Sistem Rujukan
Pasal 40
(1) Dalam rangka meningkatkan
aksesibilitas pelayanan, Puskesmas
didukung oleh jaringan pelayanan
Puskesmas dan jejaring fasilitas
pelayanan kesehatan.
(2) Jaringan pelayanan Puskesmas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas Puskesmas pembantu,
Puskesmas keliling, dan bidan
desa.
(3) Jejaring fasilitas pelayanan
kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri atas klinik, rumah
sakit, apotek, laboratorium, dan
fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya.
(4) Puskesmas pembantu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
memberikan pelayanan kesehatan secara
permanen di suatu lokasi
dalam wilayah kerja Puskesmas.
(5) Puskesmas keliling sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) memberikan
pelayanan kesehatan yang sifatnya
bergerak (mobile), untuk
meningkatkan jangkauan dan mutu
pelayanan bagi masyarakat di
wilayah kerja Puskesmas yang belum
terjangkau oleh pelayanan
dalam gedung Puskesmas.
(6) Bidan desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) merupakan bidan
yang ditempatkan dan bertempat
tinggal pada satu desa dalam wilayah kerja Puskesmas.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai
penyelenggaraan jaringan pelayanan Puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), (4), (5), dan (6) tercantum dalam Lampiran yang menjadi bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 41
(1) Puskesmas dalam menyelenggarakan
upaya kesehatan dapat melaksanakan rujukan.
(2) Rujukan . . .
- 22 -
(2) Rujukan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan sesuai sistem rujukan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
sistem rujukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VII
PENDANAAN
Pasal 42
(1) Pendanaan di Puskesmas bersumber
dari:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD);
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN);
c. sumber-sumber lain yang sah dan
tidak mengikat.
(2) Pengelolaan dana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB VIII
SISTEM INFORMASI PUSKESMAS
Pasal 43
(1) Setiap Puskesmas wajib melakukan
kegiatan sistem informasi Puskesmas.
(2) Sistem Informasi Puskesmas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan secara eletronik atau
non elektronik.
(3) Sistem informasi Puskesmas paling
sedikit mencakup:
a. pencatatan dan pelaporan kegiatan
Puskesmas dan jaringannya;
b. survei lapangan;
c. laporan lintas sektor terkait; dan
d. laporan jejaring fasilitas
pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya.
Pasal 44
(1) Sistem Informasi Puskesmas
merupakan bagian dari sistem informasi kesehatan kabupaten/kota.
(2) Dalam menyelenggarakan sistem
informasi Puskesmas, Puskesmas wajib menyampaikan laporan kegiatan Puskesmas
secara berkala kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
(3) Laporan . . .
- 23 -
(3) Laporan kegiatan Puskesmas
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan sumber data dari pelaporan data
kesehatan prioritas yang diselenggarakan melalui komunikasi data.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai
Sistem Informasi Puskesmas
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan.
BAB IX
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 45
(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota serta fasilitas pelayanan
kesehatan rujukan tingkat lanjutan milik Pemerintah dan Pemerintah Daerah
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Puskesmas, sesuai
dengan tugas dan fungsi masing-masing.
(2) Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat melibatkan organisasi
profesi dalam melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Puskesmas.
(3) Pembinaan dan pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diarahkan untuk meningkatkan
mutu pelayanan kepada masyarakat.
(4) Pembinaan dan pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dalam bentuk fasilitasi,
konsultasi, pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan. (5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sampai dengan ayat (4) tercantum dalam Lampiran yang menjadi bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 46
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai
berlaku:
a. lokasi dan bangunan Puskesmas yang
telah berdiri sebelum ditetapkannya Peraturan Menteri ini, dianggap telah
memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
b. Puskesmas . . .
- 24 -
b. Puskesmas yang telah ada harus
menyesuaikan dengan Peraturan Menteri ini paling lambat 3 (tiga) tahun sejak
Peraturan Menteri ini diundangkan.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 47
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai
berlaku, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128/Menkes/SK/II/2004 tentang
Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat, dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 48
Peraturan Menteri ini mulai berlaku
pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17
Oktober 2014 MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, NAFSIAH MBOI Diundangkan di
Jakarta pada tanggal
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA, AMIR SYAMSUDIN BERITA
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR